
Dinamika politik di Indonesia kembali memanas dengan adanya usulan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.Isu ini mencuat setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara resmi menyurati Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk segera memproses impeachment atau pemakzulan Gibran dari jabatannya. Surat usulan ini, yang bertanggal 26 Mei 2025, ditujukan kepada Ketua MPR Ahmad Muzani dan Ketua DPR Puan Maharani, dan kini menjadi perhatian serius di kalangan legislatif.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Andreas Hugo Pareira, mengonfirmasi bahwa surat dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI tersebut akan dibacakan dalam rapat paripurna DPR. Proses ini merupakan langkah awal yang krusial dalam mekanisme pemakzulan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Menurut Andreas, proses pemakzulan diatur secara jelas dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Prosedur ini dapat dilanjutkan jika rapat paripurna DPR memenuhi kuorum 2/3 dari total jumlah anggota DPR, dan isi surat usulan tersebut disetujui oleh 2/3 dari anggota yang hadir dalam rapat. Apabila syarat kuorum dan persetujuan ini terpenuhi, maka proses pemakzulan akan berlanjut ke tahap berikutnya.
"Karena setelahnya DPR akan mengirim surat tersebut dengan pertimbangan-pertimbangannya kepada MK untuk diperiksa dan diputuskan apakah terjadi pelanggaran berat atau tidak," ujar Andreasm pada Selasa malam, 3 Juni 2025. Pernyataan ini menegaskan peran Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga penentu akhir dalam proses impeachment, yang akan menilai apakah terdapat pelanggaran berat yang dilakukan oleh pejabat negara.
Namun, Andreas juga menjelaskan skenario sebaliknya. Jika dalam rapat paripurna DPR tidak terpenuhi kuorum 2/3 anggota, atau jika isi surat usulan tidak disetujui oleh 2/3 peserta rapat, maka proses pemakzulan tidak dapat dilanjutkan. "Kalau pada tahap awal di DPR tidak dihadiri oleh 2/3 dan tidak disetujui oleh 2/3 (anggota DPR), maka proses pemakzulan tidak dilanjutkan," kata Andreas, menggarisbawahi pentingnya dukungan signifikan dari anggota legislatif agar proses ini dapat bergulir.
Saat ini, DPR diketahui tengah menjalani masa reses, yang berlangsung sejak 28 Mei hingga 23 Juni 2025. Artinya, pembahasan resmi mengenai surat usulan ini kemungkinan besar akan dilakukan setelah masa reses berakhir.
Surat usulan pemakzulan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara eksplisit menyatakan permintaan mereka untuk segera memproses impeachment terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. "Dengan ini, kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku," demikian bunyi kutipan dari surat tersebut, menunjukkan keseriusan para purnawirawan dalam menyikapi isu ini.
Surat penting ini ditandatangani oleh empat purnawirawan jenderal TNI yang memiliki rekam jejak panjang di militer Indonesia. Mereka adalah Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama; Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan; Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto; dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto. Kehadiran nama-nama besar ini dalam daftar penanda tangan surat menambah bobot politik dari usulan tersebut.
Sekretaris Forum Purnawirawan Prajurit TNI, Bimo Satrio, membenarkan keaslian surat tersebut. Ia juga mengonfirmasi bahwa surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025 itu telah dikirimkan ke Sekretariat Jenderal MPR dan Sekretariat Jenderal DPR pada Senin, 2 Juni 2025. Bimo Satrio menambahkan bahwa Forum Purnawirawan Prajurit TNI siap untuk menghadiri rapat dengar pendapat umum jika DPR memutuskan untuk memanggil mereka guna mendiskusikan lebih lanjut perihal usulan ini.
"Jadi di surat itu kita kasih dalam segi hukumnya. Nanti kalau belum jelas dari DPR, MPR, DPD RI, kita siap purnawirawan untuk rapat dengar pendapat," ujar Bimo, menunjukkan kesediaan mereka untuk berdialog dan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai dasar hukum di balik usulan pemakzulan ini.
Perkembangan ini tentu akan menjadi salah satu sorotan utama dalam agenda politik nasional pasca-reses DPR, mengingat implikasinya yang luas terhadap stabilitas politik dan kenegaraan.