
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) secara resmi menghentikan operasional sembilan perusahaan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) karena terbukti melakukan pencemaran udara. Langkah tegas ini diumumkan Deputi Penegakan Hukum KLH Rizal Irawan dalam konferensi pers di Jakarta Selatan pada Rabu (4/6), sebagai bagian dari upaya sistematis menekan polusi udara di kawasan padat industri tersebut.
Perusahaan-perusahaan yang dikenakan sanksi tersebut terdiri dari berbagai sektor industri, antara lain PT SAS (industri peleburan logam) di Bekasi, PT SDS di Tangerang, serta PT XAI, PT PSM, dan PT PSI di Kabupaten Tangerang. Selain itu, terdapat industri tahu PT JF di Tangerang Selatan, industri tekstil PT RIC di Bogor, industri pengolahan limbah B3 PT ALP di Tangerang, dan industri ekstrusi logam non-besi PT YR di Tangerang. Pelanggaran yang dilakukan meliputi ketidakpatuhan terhadap baku mutu emisi dan standar pengelolaan lingkungan hidup.
Rizal menegaskan bahwa tindakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tidak hanya perusahaan, pemerintah daerah juga dapat dikenai sanksi pidana jika terbukti lalai dalam pengawasan. "Pemda juga bisa dikenakan pasal pidana sesuai UU 32 atau UU 112 tentang Cipta Kerja," tambah Rizal.
Sejak 2023, KLH telah menindak 116 perusahaan industri pelanggar aturan lingkungan, dengan rincian 63 perusahaan pada 2023, 44 perusahaan pada 2024, dan sembilan perusahaan sepanjang 2025. Sektor-sektor yang menjadi prioritas pengawasan meliputi industri makanan, beton, kertas, logam, penyimpanan material (stockpile), tekstil, plastik, dan kimia.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pengendalian Pencemaran Udara di Jabodetabek, yang memuat lima instruksi utama kepada pemerintah daerah. Pertama, melakukan inventarisasi menyeluruh terhadap kualitas udara, sumber pencemar, kondisi meteorologi, dan tata guna lahan dengan mempertimbangkan dampak lintas wilayah. Kedua, mengawasi pelarangan pembakaran sampah terbuka, termasuk pembakaran limbah industri skala kecil dan biomassa.
Ketiga, pemerintah daerah diminta memperketat pengawasan kepatuhan usaha/kegiatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran udara, khususnya yang tidak memenuhi baku mutu emisi. Keempat, melaksanakan uji emisi berkala untuk kendaraan bermotor dan melaporkan evaluasi hasilnya. Terakhir, menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelanggar peraturan pengendalian pencemaran udara dan/atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.
Langkah proaktif KLH ini diambil menyusul laporan buruknya kualitas udara Jabodetabek selama sebulan terakhir, di mana polusi dari sektor transportasi dan industri menjadi kontributor utama. Rizal menyatakan bahwa pengawasan akan terus diperluas, dengan kombinasi sanksi administratif, perdata, dan pidana untuk menciptakan efek jera.
Terkait dengan implementasi surat edaran, KLH akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan pemerintah daerah serius menindaklanjuti instruksi tersebut. Masyarakat juga didorong berperan aktif melaporkan pelanggaran lingkungan melalui kanal pengaduan resmi KLH.
Penutupan sembilan perusahaan ini diharapkan menjadi sinyal kuat bagi dunia industri agar lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan. Di sisi lain, langkah tersebut juga mengingatkan pentingnya kolaborasi antar-pemangku kepentingan untuk mengatasi polusi udara yang berdampak luas pada kesehatan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.