Breaking News :
KanalLogoLogo
Sabtu, 07 Juni 2025

Ekbis

OJK Terapkan Aturan Co-Payment 10% untuk Klaim Asuransi Kesehatan, Ini Tujuannya

Mita BerlianaJumat, 06 Juni 2025 20:57 WIB
OJK Terapkan Aturan Co-Payment 10% untuk Klaim Asuransi Kesehatan, Ini Tujuannya

ilustrasi asuransi kesehatan

ratecard

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi menerbitkan regulasi baru terkait penyelenggaraan produk asuransi kesehatan melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.05/2025 (SEOJK 7/2025). Salah satu poin penting yang mengundang perhatian publik adalah ketentuan pembagian risiko (co-payment) dimana peserta asuransi kini harus ikut menanggung 10% dari total klaim pengobatan.  

Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil setelah mempelajari praktik serupa di berbagai negara. Mekanisme co-payment atau deductible dinilai mampu meningkatkan kesadaran nasabah dalam memanfaatkan layanan kesehatan secara lebih bijak. "Penerapan pembagian risiko ini bertujuan menciptakan keseimbangan dalam ekosistem asuransi kesehatan sekaligus mengendalikan inflasi biaya medis," ujar Ismail dalam keterangan resmi, Jumat (6/6).  

Aturan baru ini mewajibkan perusahaan asuransi konvensional, syariah, maupun unit syariah untuk menyesuaikan produk mereka dengan ketentuan co-payment minimum 10% dari total klaim. Namun OJK memberikan batasan maksimal tanggungan peserta yaitu Rp300.000 per klaim rawat jalan dan Rp3 juta per klaim rawat inap. Kebijakan ini tidak berlaku untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.  

Ismail menegaskan bahwa SEOJK 7/2025 dirancang untuk memperkuat prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko di industri asuransi kesehatan. "Regulasi ini sekaligus menjadi respons atas tren inflasi medis global yang terus melampaui inflasi umum, termasuk di Indonesia," tambahnya. Data menunjukkan kenaikan biaya kesehatan di Tanah Air mencapai 8-10% per tahun, jauh di atas inflasi nasional yang berkisar 2-3%.  

Penerapan co-payment diharapkan dapat mengurangi moral hazard dimana peserta cenderung menggunakan fasilitas kesehatan secara berlebihan karena merasa seluruh biaya ditanggung insurer. Mekanisme ini juga mendorong transparansi harga layanan medis dan efisiensi pembiayaan jangka panjang.  

Namun kebijakan ini menuai kritik dari sejumlah kalangan. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat adanya kekhawatiran masyarakat yang merasa terbebani dengan pembayaran tambahan meski telah membayar premi. Menanggapi hal ini, OJK menekankan bahwa batasan maksimal telah disesuaikan dengan daya beli masyarakat.  

Industri asuransi sendiri menyambut positif regulasi tersebut. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengatakan aturan ini akan memperkuat sustainability bisnis asuransi kesehatan di tengah klaim yang terus meningkat. "Pada 2024 saja, rasio klaim kesehatan mencapai 85-90% dari total premi," ujarnya.  

OJK memastikan implementasi aturan ini akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi pasar. Perusahaan asuransi diberikan waktu penyesuaian hingga akhir 2025 untuk mengubah polis dan sistem administrasi mereka.  

Para ahli kesehatan masyarakat melihat kebijakan ini sebagai langkah strategis untuk mengendalikan biaya kesehatan nasional. "Dengan co-payment, diharapkan terjadi selektivitas dalam penggunaan fasilitas kesehatan sehingga sumber daya dapat dialokasikan lebih optimal," kata pakar ekonomi kesehatan Universitas Indonesia.  

Sementara itu, konsumen diimbau untuk lebih cermat memahami polis asuransi mereka dan membandingkan berbagai produk di pasaran. OJK melalui portal Sikapiuangmu.id menyediakan informasi lengkap mengenai hak dan kewajiban peserta asuransi kesehatan.  

Regulasi ini dinilai sejalan dengan praktik internasional dimana sebagian besar negara maju menerapkan sistem pembagian risiko dalam asuransi kesehatan. Di Amerika Serikat misalnya, co-payment rata-rata mencapai 20-30% dengan deductible yang lebih tinggi.  

Ke depan, OJK berkomitmen terus memantau implementasi aturan ini sambil memperkuat literasi keuangan masyarakat. "Tujuan akhirnya adalah terciptanya industri asuransi kesehatan yang sehat, berkelanjutan, dan mampu melindungi masyarakat secara optimal," pungkas Ismail.

Pilihan Untukmu