
JAKARTA – Pernyataan kontroversial politisi Fadli Zon yang menyebut pemerkosaan massal dalam Tragedi Mei 1998 sebagai “rumor” kembali mengundang kecaman luas, salah satunya dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Komisioner Dahlia Madanih menilai bahwa ucapan tersebut sangat menyakitkan, terutama bagi para penyintas yang hingga kini masih memikul trauma tanpa keadilan.
Menurut Dahlia, penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tetapi juga memperpanjang impunitas pelaku kekerasan dan menolak sejarah resmi bangsa.
Komnas Perempuan Tegaskan Validitas TGPF dan Kesaksian Habibie
Komnas Perempuan menegaskan bahwa data dan temuan dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada tahun 1998 menyebutkan setidaknya ada 52 kasus pemerkosaan terhadap perempuan. Temuan ini disampaikan langsung kepada Presiden BJ Habibie kala itu dan menjadi dasar pembentukan Komnas Perempuan melalui Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998.
“Pernyataan Fadli seakan menyangkal fakta sejarah yang telah diakui oleh negara. Ini sangat serius,” tegas Dahlia.
Ia menambahkan, menyebut pemerkosaan sebagai rumor berarti mempertanyakan keabsahan dokumen negara, serta menyakiti para korban yang telah berani bicara dan mencari keadilan selama puluhan tahun.
Menghapus Kebenaran, Menghapus Proses Pemulihan
Komisioner Yuni Asrianti dari Komnas Perempuan juga mengingatkan bahwa pengakuan atas kebenaran adalah fondasi penting bagi proses pemulihan korban kekerasan seksual. Menurutnya, penyangkalan seperti ini bukan hanya memutarbalikkan fakta, tetapi juga menghambat rekonsiliasi dan penyembuhan kolektif.
“Permintaan maaf secara terbuka perlu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap para penyintas dan masyarakat,” ujarnya.
Fadli Zon Tetap Kukuh: “Tidak Ada Bukti”
Dalam wawancaranya dengan IDN Times, Fadli Zon kembali menyatakan bahwa tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal dalam peristiwa Mei 1998. “Kalau ada, tunjukkan. Itu hanya cerita,” ucapnya. Ia juga menyatakan bahwa sejarah seharusnya ditulis dengan “tone positif” agar dapat menyatukan bangsa.
Fadli juga mengaku telah menolak laporan TGPF sejak awal dan menganggap narasi pemerkosaan hanya digunakan untuk menyudutkan pihak tertentu.
Penulisan Ulang Sejarah dan Ancaman Pengaburan Fakta
Pernyataan Fadli muncul di tengah proses pemerintah menyiapkan penulisan ulang sejarah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan. Dalam pernyataannya, Fadli menyebut pendekatan sejarah baru ini akan “menghindari kesalahan dan membawa nada positif”.
Namun, aktivis HAM dan masyarakat sipil menilai narasi tersebut berisiko menghapus fakta kelam sejarah, khususnya kekerasan terhadap perempuan, yang selama ini belum sepenuhnya mendapat keadilan.
Pernyataan Fadli Zon yang menyangkal kekerasan seksual massal pada 1998 bukan hanya menyakiti korban, tetapi juga menantang kredibilitas dokumen negara. Komnas Perempuan menekankan pentingnya pengakuan kebenaran sebagai langkah awal menuju keadilan dan penyembuhan kolektif.