
YUNANI - Gelombang kedatangan sekitar 15.000 warga Israel ke wilayah Siprus Yunani memicu kekhawatiran di kalangan politisi dan pengamat geopolitik. Ketua Partai AKEL Stefanos Stefanu menyebut fenomena ini sebagai bentuk "penjajahan diam-diam" oleh Israel, menyusul pembelian lahan-lahan strategis secara terorganisir di kawasan Larnaca dan Limassol.
"Negara kita sedang terjerumus. Israel sedang menjajah kita melalui pembelian aset ekonomi utama dan wilayah luas secara terstruktur," tegas Stefanu dalam kongres partainya. Ia menyoroti pembentukan zona eksklusif warga Israel yang dilengkapi sinagoga, sekolah, dan infrastruktur komunitas, yang dalam media sosial AKEL disebut sebagai upaya menciptakan "Israel Baru" di Siprus.
Kekhawatiran ini mendapat dukungan analisis dari pakar hukum internasional Turkiye, Dr. Emete Gozuguzelli. Ia menilai fenomena ini bukan sekadar migrasi sipil, melainkan gerakan strategis yang mencakup aspek intelijen dan keamanan nasional. "Organisasi seperti Chabad membangun jaringan infrastruktur yang bisa menjadi basis operasi pengumpulan data atau pengaruh politik," ujarnya.
Para analis memperingatkan potensi penggunaan permukiman Israel sebagai titik pemantauan aktivitas militer Turkiye di Mediterania Timur. Gozuguzelli menekankan perlunya peningkatan pengawasan maritim dan pertahanan udara oleh Turkiye dan Republik Turkiye Siprus Utara (TRNC), termasuk penggunaan drone untuk pemantauan 24 jam.
Persoalan ini juga menyentuh isu Traktat Jaminan 1960, di mana pembelian lahan skala besar oleh Israel berpotensi mengubah peta geopolitik pulau tersebut. "Dalam negosiasi damai masa depan, kepemilikan aset ini bisa dijadikan dasar klaim teritorial," tambah Gozuguzelli, mendesak semua pihak untuk tidak menganggap remeh perkembangan ini sebagai migrasi biasa.