Breaking News :
KanalLogoLogo
Minggu, 29 Juni 2025

Motivision

23 Gajah Mati di Tesso Nilo Sejak 2015, BBKSDA Riau Sebut Krisis Habitat Penyebab Utama

Ima KarimahJumat, 27 Juni 2025 20:38 WIB
23 Gajah Mati di Tesso Nilo Sejak 2015, BBKSDA Riau Sebut Krisis Habitat Penyebab Utama

Sebanyak 23 gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) mati di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau, dalam kurun waktu satu dekade terakhir.

ratecard

PEKANBARU - Sebanyak 23 gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) mati di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau, dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyebut kematian satwa dilindungi ini sebagai krisis serius akibat kerusakan habitat.

“Kasus tertinggi terjadi pada 2015, delapan gajah mati dalam satu tahun. Tahun 2025 ini sudah satu kasus,” ungkap Kepala BBKSDA Riau, Supartono, Jumat (27/6/2025).

Sejak 2015, kematian gajah terjadi secara fluktuatif: 2016 (2 kasus), 2017 (0), 2018 (2), 2019 (1), 2020 (3), 2022 (0), 2023 (3), 2024 (2), dan 2025 (1). Sebagian besar kematian disebabkan keracunan, jerat, hingga penyakit. Kasus menonjol terjadi pada Januari 2024 saat seekor gajah jinak bernama Rahman ditemukan tewas diduga diracun, dengan satu gading hilang.

Menurut Supartono, penyebab utama kematian gajah adalah hilangnya habitat alami. Lebih dari 40.000 hektare hutan TNTN telah berubah menjadi kebun sawit ilegal dan pemukiman liar.

“Tanpa ruang hidup dan sumber pakan, gajah-gajah ini terpaksa masuk ke wilayah manusia, yang memicu konflik dan memperbesar risiko kematian,” jelasnya.

BBKSDA Riau telah melakukan sejumlah langkah mitigasi, termasuk pemantauan pergerakan gajah dengan GPS collar, pengayaan vegetasi alami, serta sosialisasi ke masyarakat agar tidak memasang jerat atau meracuni satwa.

Selain itu, pemerintah melalui Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH) juga melakukan penertiban terhadap perambah. Lahan ilegal disita, dan ribuan warga, mayoritas dari luar Riau, diminta untuk melakukan relokasi mandiri dalam tiga bulan.

Krisis ini mencerminkan kerentanan satwa liar yang hidup di kawasan konservasi yang terancam oleh ekspansi ilegal dan lemahnya pengawasan. Hingga kini, belum ada data publik tentang sanksi pidana terhadap perambah maupun pemburu satwa dilindungi.

Pilihan Untukmu