Jepang menghadapi krisis harga beras dengan inflasi mencapai 99,2% pada Juni 2025 dibanding tahun sebelumnya, memuncaki rekor kenaikan 101% di Mei lalu. Lonjakan harga ini menjadi beban politik bagi Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang menghadapi pemilihan umum akhir pekan ini dengan dukungan merosot tajam.  

Penyebab utama krisis berasal dari gagal panen 2023 akibat gelombang panas ekstrem, diperparah aksi penimbunan pedagang dan kepanikan pembelian warga tahun lalu usai peringatan gempa besar. Pemerintah telah melepas cadangan beras darurat sejak Februari 2025 - langkah yang biasanya hanya diambil saat bencana.  

Situasi ini memperburuk posisi Ishiba yang sudah tertekan oleh isu inflasi dan skandal partai. Koalisi Partai Demokrat Liberal (LDP) pimpinannya kehilangan mayoritas di majelis rendah Oktober lalu, dan survei terbaru menunjukkan mereka mungkin kembali kalah di majelis tinggi.  

Di bidang luar negeri, Ishiba menghadapi deadline 1 Agustus untuk menyepakati perjanjian dagang dengan AS guna menghindari tarif impor 25% pada produk otomotif dan baja Jepang. Utusan perdagangannya telah tujuh kali bolak-balik Washington untuk bernegosiasi dengan pemerintahan Trump yang menuntut peningkatan pembelian produk AS.  

Krisis multidimensi ini mengancam akan mengakhiri kepemimpinan Ishiba yang baru menjabat sejak Oktober 2024, mencerminkan tantangan kompleks yang dihadapi ekonomi Jepang pasca-pandemi di tengah ketegangan geopolitik global.