
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024, HG dan ST, sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan dana bantuan sosial (bansos) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2020–2023. Penetapan tersangka diumumkan KPK di Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut Komisi XI DPR RI, termasuk HG dan ST, membentuk Panitia Kerja (Panja) yang memiliki kewenangan menyetujui rencana anggaran mitra kerja. Melalui rapat Panja dengan BI dan OJK, disepakati kuota bansos BI sekitar 10 kegiatan per tahun dan OJK sebanyak 18–24 kegiatan per tahun. Penerima bantuan diarahkan ke yayasan milik anggota Komisi XI, dengan pengaturan teknis proposal, pencairan dana, hingga laporan pertanggungjawaban.
HG dan ST kemudian memerintahkan tenaga ahli dan stafnya mengajukan proposal bansos menggunakan yayasan binaan masing-masing. Pada periode 2021–2023, HG menerima total Rp15,86 miliar dari BI, OJK, dan mitra lainnya. Dana tersebut dipindahkan ke rekening pribadi atau rekening staf, lalu digunakan untuk pembelian aset dan keperluan pribadi.
Sementara ST menerima total Rp12,52 miliar yang juga digunakan untuk membeli aset dan kebutuhan pribadi. ST diduga merekayasa transaksi dengan bantuan bank daerah agar tidak teridentifikasi dalam rekening koran. Dalam pemeriksaan, ST mengaku adanya aliran dana bansos ke pihak lain yang kini masih didalami penyidik.
Atas perbuatannya, HG dan ST disangkakan melanggar Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Keduanya juga dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menegaskan akan terus mengusut keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. Lembaga antirasuah tersebut juga mengingatkan agar program bantuan sosial benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan disalahgunakan demi keuntungan pribadi maupun kelompok.