
JAKARTA - Sebuah video yang memperlihatkan sejumlah siswa SD menangis setelah dinyatakan tidak lulus melalui pengumuman di sekolah menjadi perbincangan di media sosial. Video yang diunggah akun @im.jakarta pada Rabu (11/6) tersebut menunjukkan para siswa menerima amplop bertuliskan mereka tidak lulus jenjang akhir SD.
Banyak warganet yang menyayangkan cara pengumuman tersebut, dengan alasan dapat menimbulkan trauma psikologis bagi anak-anak. "Kasihan kalau diumumkan di sekolah begini, seharusnya bisa dikirim ke rumah saja," tulis salah satu warganet.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikdasmen Gogot Suharwoto menjelaskan bahwa penentuan kelulusan merupakan kewenangan sekolah. "Itu kewenangan sekolah. Kami tidak mengatur," kata Gogot di Jakarta Pusat, Rabu (11/6).
Gogot menegaskan bahwa kelulusan tidak hanya didasarkan pada ujian sekolah, melainkan juga mempertimbangkan penilaian formatif dan sumatif sesuai Permendikbud Ristek Nomor 21 Tahun 2022. Aturan tersebut menyebutkan kelulusan harus mempertimbangkan laporan kemajuan belajar yang mencerminkan pencapaian siswa di semua mata pelajaran, ekstrakurikuler, dan prestasi lainnya.
Kemendikdasmen juga telah mengeluarkan Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti ujian nasional. Namun, Gogot menekankan bahwa TKA tidak menjadi syarat kelulusan dan bersifat opsional untuk mencegah stres pada siswa.
Kasus ini memicu diskusi publik tentang metode pengumuman kelulusan yang lebih manusiawi bagi siswa SD, mengingat usia mereka yang masih rentan secara emosional. Beberapa pihak menyarankan agar pengumuman kelulusan dilakukan secara lebih privat untuk melindungi psikologis anak.