
JAKARTA - Pemerintah memastikan proyek pembangunan sejuta rumah vertikal yang melibatkan investasi Qatar senilai Rp40,59 triliun tidak akan menggunakan lahan perkebunan produktif milik negara. Proyek yang merupakan bagian dari program perumahan Presiden Prabowo Subianto ini sedang dalam tahap pemetaan lahan milik BUMN yang tidak aktif atau tidak digunakan.
Ketua Satuan Tugas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo, menegaskan bahwa lahan yang digunakan nantinya berasal dari aset milik pemerintah pusat, seperti milik PT Kereta Api Indonesia (KAI), Perumnas, Pertamina, hingga PTPN, dan tidak akan menyentuh lahan pertanian produktif.
“Lahan PTPN yang dimaksud berada di kota-kota besar dan bukan lahan yang sedang ditanami. Jadi tidak akan mengganggu ketahanan pangan,” ujar Hashim usai penandatanganan MoU antara pemerintah Indonesia dan Al Qilaa International Group di Jakarta, Kamis (26/6).
Proyek ini akan menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan memanfaatkan aset negara yang selama ini tidak termanfaatkan secara optimal. Pemerintah juga membuka kemungkinan pemanfaatan aset milik pemerintah daerah di tahap selanjutnya.
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, menegaskan bahwa pembangunan rumah vertikal justru dirancang untuk menghindari alih fungsi lahan pertanian produktif. “Kita arahkan ke pemanfaatan lahan yang sudah tidak produktif dan bentuk vertikal untuk efisiensi lahan,” katanya.
Sementara itu, Chairman Al Qilaa Group Sheikh Abdulaziz Al Thani menyatakan komitmen investasi tahap awal sebesar US$ 2,5 miliar (setara Rp40,59 triliun). Proyek ini bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) dan menargetkan selesai dalam waktu dua tahun.
Proyek ini menjadi bagian dari upaya pemerintah mengejar target 3 juta rumah selama masa pemerintahan Presiden Prabowo, dengan fokus pada hunian vertikal perkotaan yang terjangkau dan terintegrasi.