
SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menghadapi tantangan berat pada 2026 akibat berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp730 miliar. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyatakan pemkot akan menempuh sejumlah langkah inovatif untuk menutup kekurangan anggaran tersebut.
Salah satu strategi utama adalah penggunaan skema pembiayaan jangka panjang. Eri menilai pembangunan yang dilakukan lebih awal pada 2026 akan lebih efisien dibandingkan bila dikerjakan bertahap hingga 2029. “Kalau kita cicil sampai 2029, biayanya lebih besar sekitar Rp50 miliar. Lebih murah kalau langsung dikerjakan 2026,” jelasnya, Selasa (30/9/2025).
Selain efisiensi biaya, pembangunan infrastruktur juga diharapkan berdampak pada kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Eri mencontohkan proyek jalan di kawasan Wiyung, Gunung Sari, dan Banyu Urip yang berpotensi mendorong lonjakan NJOP hingga Rp500 miliar pada 2028.
Di luar pembangunan, Pemkot Surabaya juga berencana mengoptimalkan aset daerah, termasuk melalui penyewaan aset untuk mendongkrak pendapatan. “Aset kita harus dibagi, ada yang untuk padat karya dan kepentingan masyarakat, tapi sebagian juga harus disewakan agar ada pemasukan,” tegas Eri.
Meski penerimaan dari opsen pajak naik, Eri menilai kontribusinya masih terbatas. Dari porsi 66 persen, Surabaya hanya menikmati sekitar 35 persen setelah dihitung dengan mekanisme pemerataan. Tambahan penerimaan opsen pajak diperkirakan hanya sekitar Rp200 miliar, sehingga defisit pendapatan 2026 diproyeksikan mencapai Rp1 triliun.
Kendati menghadapi keterbatasan anggaran, Pemkot Surabaya memastikan program prioritas di bidang pendidikan tetap berjalan. Beasiswa Pemuda Tangguh Surabaya akan terus diberikan kepada anak-anak dari keluarga miskin dan pra-miskin, baik untuk kuliah maupun siswa SMA dengan bantuan Rp3,5 juta per tahun. “Harapannya anak-anak tetap bisa melanjutkan sekolah tanpa terbebani biaya tambahan, termasuk di sekolah swasta,” pungkas Eri.