
BANYUWANGI – Sebanyak 1.300 penari memeriahkan Festival Gandrung Sewu 2025 bertajuk “Selendang Sang Gandrung” yang digelar di Pantai Marina Boom, Banyuwangi, Sabtu (25/10/2025). Ribuan penari ini terdiri atas 1.100 penari asal Banyuwangi serta 200 penari tamu dari berbagai daerah di Indonesia hingga mancanegara. Acara kolosal ini menjadi magnet pariwisata tahunan dan masuk dalam daftar 110 Kharisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata sejak 2022.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, menyebut Festival Gandrung Sewu bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan wujud nyata semangat kebersamaan dan gotong royong masyarakat Banyuwangi. “Setiap keberhasilan besar lahir dari kebersamaan yang tulus. Budaya yang diwariskan dengan cinta dan dikelola profesional akan menjadi sumber kebanggaan dan kesejahteraan,” ujarnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenparekraf, Erwita Dianti, menambahkan bahwa tahun ini menjadi kali keempat Gandrung Sewu masuk KEN. Menurutnya, hal tersebut membuktikan komitmen Banyuwangi dalam mengemas festival budaya yang berkualitas dan berkelas nasional. “Event ini menjadi contoh bagaimana sebuah daerah mampu mempertahankan konsistensi dan kualitas,” katanya.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menegaskan bahwa festival ini bukan sekadar tontonan, melainkan juga bentuk pesan dari jiwa Banyuwangi kepada dunia. “Keindahan lahir dari kebersamaan, dan kekuatan tumbuh dari harmoni,” ungkapnya. Ia menambahkan, sejak pertama digelar pada 2012, Gandrung Sewu telah menjelma menjadi ikon kebudayaan Banyuwangi dan bahkan tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.
Lebih jauh, Ipuk menyebut penyelenggaraan Gandrung Sewu memiliki dampak ekonomi signifikan bagi masyarakat. “Festival ini menjadi strategi meningkatkan pariwisata sekaligus lokomotif pertumbuhan ekonomi. Sanggar seni, hotel, homestay, moda transportasi, dan UMKM semuanya ikut terdampak positif,” jelasnya.
Tahun ini, tema “Selendang Sang Gandrung” menggambarkan perjalanan batin seorang penari Gandrung, mulai dari kegembiraan menari hingga pergulatan menghadapi stigma sosial. Pertunjukan ini juga memaknai selendang sebagai simbol cinta, beban, dan pengabdian. Festival dibuka dengan tarian kolosal Kuntulan Thaharah, karya seni pesantren yang sarat nilai dakwah dan filosofi kesucian dalam kehidupan sehari-hari.




















