
PEKANBARU – Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau mengungkap kasus pengoplosan dan repacking beras bermerek SPHP milik Perum Bulog oleh seorang pelaku berinisial R di Kota Pekanbaru. Aksi curang ini merugikan konsumen dan mencederai program ketahanan pangan nasional.
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengatakan, pelaku merupakan pemain lama di dunia distribusi beras dan menggunakan dua modus utama: mencampur beras medium dengan beras reject lalu mengemasnya ulang ke karung SPHP 5 kilogram, serta mengganti kemasan beras kualitas rendah menjadi merek premium seperti Aira, Family, dan Anak Dara Merah.
“Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan serius yang merugikan rakyat kecil, termasuk anak-anak yang membutuhkan pangan bergizi,” ujar Kapolda, Sabtu (26/7).
Pelaku menjual beras oplosan tersebut seharga Rp13.000 per kilogram, padahal modal pembelian hanya berkisar Rp6.000–Rp8.000. Tindakan ini dinilai mencederai program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2012.
Kapolda menambahkan, pengoplosan ini melanggar prinsip distribusi pangan berbasis subsidi negara. “Seluruh ekosistem pangan didanai uang rakyat. Ketika pelaku serakah justru memanipulasi sistem ini demi keuntungan pribadi, itulah yang disebut Presiden sebagai ‘serakahnomics’,” tegasnya.
Dirreskrimsus Kombes Ade Kuncoro menjelaskan, kasus ini terungkap Kamis (24/7) pukul 15.00 WIB di sebuah toko beras di Jalan Sail, Pekanbaru. Tim menemukan karung-karung SPHP yang diisi ulang dengan beras ladang dari Pelalawan, serta merek-merek premium yang berisi beras berkualitas rendah.
Barang bukti yang disita meliputi: 79 karung beras SPHP (5 kg) berisi oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, 1 timbangan digital, 1 mesin jahit, 12 gulung benang, dan 2 mangkuk.bTotal estimasi beras oplosan yang diamankan mencapai 8-9 ton
Pelaku dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 8 dan Pasal 9 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan penyidik masih mendalami keterlibatan pihak lain dalam jaringan distribusi.
Kapolda menegaskan, pengungkapan ini merupakan bagian dari perintah Kapolri untuk memberantas mafia pangan di seluruh Indonesia. "Ini bentuk keberpihakan negara terhadap hak dasar rakyat. Tidak boleh ada ruang bagi kejahatan ekonomi yang merugikan masyarakat secara sistematis,"tutupnya.