
BOJONEGORO - Kasus permohonan dispensasi nikah oleh seorang anak perempuan berusia 12 tahun di Bojonegoro, Jawa Timur, ditolak mentah-mentah oleh Pengadilan Agama setempat. Panitera PA Bojonegoro Solikin Jamik mengungkapkan, permohonan yang diajukan pertengahan tahun ini itu dinilai tidak pantas mengingat usia pemohon yang masih setara siswa kelas 6 SD.
Data PA Bojonegoro mencatat 205 permohonan dispensasi kawin hingga Juni 2025, dengan mayoritas berasal dari anak di bawah umur di wilayah pedesaan. Fenomena ini mencerminkan masalah serius perlindungan anak dan kesenjangan ekonomi di daerah penghasil migas ini.
Menurut Solikin, dua faktor utama pendorong pernikahan dini adalah putus sekolah dan tekanan ekonomi keluarga. Banyak anak tidak melanjutkan pendidikan ke SMA/SMK karena keterbatasan biaya dan jarak sekolah yang jauh, sementara sebagian orang tua justru melihat pernikahan sebagai solusi ekonomi.
Masalah diperparah dengan norma sosial tradisional yang mendorong pernikahan cepat saat terjadi kehamilan di luar nikah, serta minimnya pengetahuan kesehatan reproduksi. Solikin menekankan perlunya kolaborasi multipihak untuk mengatasi masalah ini, mengingat dampak jangka panjangnya terhadap kualitas generasi mendatang.
Penolakan terhadap permohonan bocah 12 tahun tersebut menjadi alarm bagi semua pihak untuk serius menangani akar masalah pernikahan anak di Bojonegoro, sebelum angkanya semakin meningkat dan berdampak lebih luas pada kesehatan serta pendidikan anak-anak.