
JAKARTA – Perum BULOG menegaskan bahwa sebagian besar stok beras nasional saat ini berada di tangan swasta, sementara pemerintah hanya menguasai sekitar 4 juta ton atau 8 persen dari total produksi nasional yang diperkirakan mencapai 35 juta ton. Kondisi ini membuat ruang intervensi pemerintah dalam pengendalian harga cukup terbatas.
Direktur Utama Perum BULOG, Achmad Rizal Ramdhani, menjelaskan keterbatasan penguasaan stok beras menjadi faktor utama mengapa harga beras di pasar masih tinggi meskipun ketersediaan beras melimpah. “Dengan porsi hanya 8 persen, ruang gerak intervensi pemerintah memang terbatas. Namun BULOG memastikan setiap butir beras yang kami kelola digunakan secara strategis untuk menjaga stabilitas harga dan melindungi daya beli masyarakat,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (15/8).
Meski porsinya kecil, BULOG tetap menjadi pemilik stok beras terbesar di Indonesia dibandingkan satuan usaha lainnya. Dengan jaringan distribusi yang menjangkau pasar tradisional, ritel modern, hingga outlet Rumah Pangan Kita (RPK), BULOG menegaskan keyakinannya dapat melakukan intervensi pasar bila gejolak harga semakin meningkat.
Hingga pertengahan Agustus 2025, BULOG telah menyalurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ke seluruh provinsi. Penyaluran ini dilakukan melalui operasi pasar, jaringan ritel, dan mitra distribusi, sebagai upaya menekan laju kenaikan harga di tingkat konsumen.
Selain itu, BULOG juga terus berkoordinasi dengan kementerian terkait, pemerintah daerah, dan pelaku usaha pangan untuk memastikan pasokan beras tetap terjaga, khususnya menjelang periode konsumsi tinggi seperti akhir tahun dan hari besar keagamaan.
Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah menegaskan bahwa kestabilan harga pangan tidak hanya ditentukan oleh jumlah stok nasional, melainkan juga distribusi penguasaan stok dan dinamika pasar yang melibatkan berbagai pihak. Masyarakat diimbau tidak panik dan tetap percaya pada upaya pemerintah menjaga harga beras tetap stabil.