
Makassar – Terdakwa kasus sindikat uang palsu Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Annar Salahuddin Sampetoding, mengaku diperas oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebesar Rp 5 miliar. Pengakuan itu disampaikan langsung dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (27/8/2025).
Dalam pembelaannya yang dibacakan setebal delapan halaman, Annar menyebut dirinya didatangi seorang utusan JPU bernama Muh Ilham Syam di Rumah Tahanan Makassar. Kepadanya diminta uang Rp 5 miliar dengan iming-iming tuntutan bebas, namun ancaman tuntutan berat apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi.
Annar mengaku tidak mampu memenuhi permintaan itu. Hingga Selasa (26/8/2025), istrinya bahkan dijemput empat orang utusan jaksa untuk mengklarifikasi uang tersebut. Karena tetap tidak ada kesanggupan, JPU kemudian meminta Rp 1 miliar dengan alasan permintaan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati). Annar menuturkan bahwa istrinya bahkan diperlihatkan rencana tuntutan (rentut) delapan tahun penjara akibat penolakannya.
Kuasa hukum terdakwa, Andi Jamal Kamaruddin Bethel, menegaskan akan melaporkan dugaan pemerasan ini. Ia menyebut adanya praktik suap yang menodai keadilan. “Sekarang kalau ada uang bisa bebas, tapi kalau tidak, pasti dipenjara,” ujarnya.
Persidangan kasus ini dipimpin majelis hakim yang diketuai Dyan Martha Budhinugraeny, dengan hakim anggota Sihabudin dan Yeni Wahyuni. JPU yang menangani perkara adalah Basri Bacho dan Aria Perkasa Utama. Sidang digelar setiap Rabu dan Jumat, dengan total 15 terdakwa yang terlibat dalam kasus berbeda dalam sindikat ini.
Kasus sindikat uang palsu UIN Alauddin Makassar sendiri terungkap pada Desember 2024. Produksi uang palsu dilakukan di Kampus 2 UIN Alauddin, Jalan Yasin Limpo, Kabupaten Gowa, dengan menggunakan mesin canggih yang diimpor dari Cina. Hasil cetakan disebut nyaris sempurna karena mampu lolos mesin penghitung uang dan sulit dideteksi X-ray.