
JAKARTA – Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menilai kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berinisial ADP (39) seharusnya mudah diungkap. Namun, ia menyoroti lambannya Polda Metro Jaya dalam mengumumkan penyebab kematian meski sudah satu pekan berlalu sejak jenazah ditemukan di kamar kos di Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (7/7).
"Proses visum seharusnya selesai dalam 1-2 hari, pemeriksaan laboratorium 2-3 hari, dan pemeriksaan CCTV hanya butuh sehari. Jadi apa lagi yang ditunggu?" ujar Adrianus, Rabu (16/7). Ia menduga polisi mungkin kesulitan mengumumkan temuan yang tidak menyenangkan, mengingat korban adalah diplomat yang menjadi representasi negara.
Polisi telah tiga kali melakukan olah TKP dan mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk lakban kuning yang melilit kepala korban, pakaian, serta obat-obatan ringan seperti obat sakit kepala dan lambung. Meski sidik jari ADP ditemukan pada lakban, penyidik belum memastikan apakah lakban dipasang sendiri atau melibatkan orang lain.
Adrianus menduga korban mengalami henti napas akibat kekurangan oksigen, namun polisi belum memberikan konfirmasi resmi. "Mereka mungkin sudah tahu motifnya, tapi tidak enak mengumumkan karena sensitivitas kasus ini," tambahnya.
Komunikasi terakhir ADP dengan istrinya terjadi pada Senin (7/7) malam. Keesokan paginya, istri yang tidak mendapat kabar meminta penjaga kos memeriksa kamar. Pintu terkunci dari dalam, sehingga penjaga membuka paksa jendela yang rusak akibat dicongkel. CCTV menunjukkan tidak ada aktivitas mencurigakan sebelum penemuan jenazah.
ADP merupakan lulusan UGM asal Sleman yang tinggal sendirian di kos, sementara istrinya berada di Yogyakarta. Polisi menyatakan tidak ada tanda kekerasan atau barang hilang, namun penyebab kematian masih diselidiki.