
LUMAJANG - Fenomena sound horeg di Jawa Timur terus memicu perdebatan setelah MUI Jatim mengeluarkan fatwa haram untuk pertunjukan ini. Di Lumajang, warga terbelah antara yang mendukung sebagai hiburan tradisional dengan yang menolak karena dianggap mengganggu ketenangan.
Indra Sinaga, warga Desa Bades menyatakan sound horeg merupakan hiburan yang dinantikan warga desa. "Warga rela menabung setahun untuk mendatangkan sound horeg di karnaval tahun depan. Meski kadang bikin kaca pecah dan genteng jatuh, tapi masyarakat senang," ujarnya. Pendapat senada diungkapkan Abdul Kholik dari Desa Sememu yang menyebut kepuasan warga menjadi alasan utama pertunjukan ini terus digelar.
Namun tidak semua warga setuju. Dian Agustin dari Desa Condro mengeluhkan dampak negatif sound horeg. "Suaranya ekstrem, merusak rumah dan pendengaran. Saya tidak setuju," tegasnya. Aldi dari Desa Nguter juga mengaku kerap mengalami kerusakan kaca dan genteng rumah akibat getaran suara.
MUI Kabupaten Lumajang mengambil sikap berbeda dengan MUI Jatim dengan membolehkan sound horeg asal tidak mengganggu kepentingan umum. "Tidak dilarang, tapi harus mempertimbangkan ketertiban umum," jelas Ketua MUI Lumajang KH. Achmad Hanif. Sementara itu Pemkab Lumajang belum mengeluarkan regulasi khusus terkait polemik ini, membiarkan pro-kontra terus berlanjut di masyarakat.