
Jakarta – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan sebanyak 70.000 pekerja telah kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hingga April 2025. Angka ini bertolak belakang dengan data resmi Kementerian Ketenagakerjaan yang hanya mencatat 26.000 kasus, memicu rencana aksi nasional pada 10 Juni mendatang.
Berdasarkan catatan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Partai Buruh bersama Koalisi Serikat Pekerja (KSP-PB), gelombang PHK telah melanda 80 perusahaan dengan 40 di antaranya melakukan pemutusan hubungan kerja pada kuartal pertama 2025. Kasus terbaru terjadi di Batam, di mana PT Maruwa Indonesia menghentikan seluruh operasinya sejak awal April, meninggalkan 205 pekerja—49 karyawan tetap dan 156 kontrak—tanpa kepastian pesangon.
Said Iqbal, Presiden Partai Buruh sekaligus Ketua KSPI, mengkritik ketidaksesuaian data antara laporan serikat pekerja dengan pernyataan resmi pemerintah. "Menaker menyebut hanya 26.000 PHK, padahal data BPJS Ketenagakerjaan mencatat 52.000 penerima Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan 73.000 pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang mensyaratkan status PHK," tegas Iqbal.
Ia juga merujuk pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan penambahan 80.000 pengangguran—didefinisikan sebagai mereka yang bekerja kurang dari satu jam per minggu—sebagai indikator dampak PHK. "Ini bukan sekadar perbedaan metodologi, tapi upaya manipulatif untuk mencitrakan situasi lebih baik," tambahnya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan angka PHK tahun ini bisa mencapai 250.000 kasus, terutama di sektor manufaktur yang berkontribusi 60% dari total PHK. Meski demikian, Wakil Menteri Perindustrian menyatakan optimisme dengan pertumbuhan industri yang mulai pulih.
Menanggapi krisis ini, KSPI mendesak pembentukan Satgas Nasional PHK untuk:
1. Memverifikasi data lapangan secara independen
2. Memetakan penyebab PHK per sektor
3. Merancang skema perlindungan pekerja, termasuk percepatan pencairan JKP
Sebagai bentuk protes, KSPI dan KSP-PB akan menggelar unjuk rasa serentak di 300 kabupaten/kota pada 10 Juni 2025. Di Jakarta, massa akan berkumpul di Gedung DPR RI dan Istana Negara dengan tuntutan:
- Transparansi data PHK
- Reformasi sistem pengawasan ketenagakerjaan
- Penegakan hak pesangon sesuai UU
- Penghapusan praktik outsourcing
Aksi ini juga akan menyoroti kasus-kasus spesifik seperti PT Maruwa dan 15 perusahaan di Jawa Barat yang diduga melakukan PHK tanpa pesangon. "Pemerintah harus memilih: berdiri di sisi buruh atau membiarkan industrialisasi menghancurkan hak dasar pekerja," pungkas Iqbal.