
Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman meminta agar pelaku UMKM yang melanggar aturan tidak langsung dikenai sanksi pidana. Menurutnya, pembinaan dan sanksi administratif sebaiknya menjadi langkah utama dalam penegakan aturan untuk UMKM.
“Kalau ada pelanggaran dalam usaha mikro, sebaiknya hukum pidana jadi pilihan terakhir. Mari kita utamakan pembinaan dan sanksi administratif dulu,” kata Menteri Maman saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Kamis (15/5), menanggapi kasus yang menimpa pelaku UMKM “Mama Khas Banjar”.
Di hadapan anggota Komisi III DPR RI, Menteri UMKM menekankan bahwa dalam kasus pelabelan pangan yang berisiko rendah atau sedang, pendekatan administratif adalah langkah yang lebih proporsional dan sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagai lex specialis dibandingkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Undang-Undang Pangan adalah aturan yang lebih rinci dan relevan dalam kasus seperti ini. Oleh karena itu, penerapan sanksi pidana sebaiknya menjadi upaya terakhir atau ultimum remedium,” katanya.
Maman juga mengatakan bahwa langkah ini bukanlah bentuk pembelaan terhadap kesalahan, melainkan refleksi atas perlunya penyempurnaan mekanisme penertiban dan pembinaan UMKM. “Ini bagian dari introspeksi kami. Kementerian UMKM bertanggung jawab penuh dalam konteks permasalahan ini dan akan memperbaiki sistem perlindungan serta pembinaan terhadap UMKM,” kata Menteri UMKM.
Menteri UMKM juga menegaskan bahwa pengusaha UMKM, seperti “Mama Khas Banjar”, umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan hukum dan keterampilan administratif. Karena itu, pendekatan hukum terhadap UMKM harus dibedakan dari penanganan terhadap usaha menengah dan besar.
“Mereka rata-rata kurang paham soal hukum, di sinilah negara hadir melalui affirmative action. Sudah menjadi tugas saya sebagai Menteri UMKM untuk lebih menggalakkan sosialisasi, percepatan kemudahan, dan pendampingan kepada pengusaha UMKM di seluruh Indonesia,” katanya.
Maman juga mengapresiasi aparat penegak hukum yang bekerja sesuai koridor hukum yang berlaku. Namun, ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama melihat proses hukum ini secara lebih luas dan proporsional, demi menjaga kelangsungan ekonomi rakyat kecil.
“Apapun keputusan pengadilan, kami percaya bahwa aparat penegak hukum akan mengambil langkah yang arif dan bijaksana. Namun dengan kerendahan hati, kami sampaikan konsen Kementerian UMKM agar perkara seperti ini dipandang dari kacamata ekonomi kerakyatan,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut anggota Komisi III DPR-RI dari Fraksi PDIP I Wayan Sudirta menyampaikan berdasarkan TAP MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, khususnya pasal 15 terkait keberpihakan negara kepada UMKM.
“Kita berkewajiban melakukan pengawasan agar keadilan ekonomi terwujud. Karena itu, terkait kasus ‘Mama Khas Banjar’, saya mendorong agar diberikan hukuman yang seringan-ringannya,” kata Wayan.
Ia juga mengingatkan bahwa telah ada Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). “Apabila ini dijalankan sebagaimana mestinya, maka sanksi yang diterapkan seharusnya bersifat administratif,” katanya.