
JAKARTA – Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 akhirnya mencatatkan surplus pada akhir April, setelah tiga bulan berturut-turut mengalami defisit sejak Januari hingga Maret. Surplus ini menjadi angin segar bagi perekonomian nasional di tengah ketidakpastian global yang masih membayangi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa hingga 30 April 2025, APBN mencatatkan surplus sebesar Rp 4,3 triliun. Tak hanya itu, keseimbangan primer juga berada di zona positif dengan surplus Rp 173,9 triliun, dan kas negara menunjukkan sisa lebih pembiayaan (SILPA) senilai Rp 283,6 triliun.
Pendapatan dan Belanja Negara Mengalami Koreksi
Meskipun mencatatkan surplus, realisasi pendapatan dan belanja negara pada akhir April mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama sebelumnya. Pendapatan negara turun 12,4 persen menjadi Rp 810,5 triliun atau baru mencapai 27 persen dari target APBN.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya penerimaan perpajakan sebesar 8,7 persen menjadi Rp 657 triliun. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga anjlok hingga 24,7 persen, menyisakan Rp 153,3 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, penerimaan pajak menyusut 10,8 persen menjadi Rp 557,1 triliun, sementara penerimaan dari kepabeanan dan cukai masih tumbuh 4,4 persen menjadi Rp 100 triliun. Ia menegaskan bahwa, secara umum, penerimaan menunjukkan tren pemulihan meski diterpa tekanan global.
Belanja Negara: Turun Tapi Tetap Fungsional
Di sisi lain, realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp 806,2 triliun atau 22,3 persen dari target. Angka ini menurun 5,1 persen dibanding tahun lalu, sebagian besar akibat penurunan belanja pemerintah pusat sebesar 7,6 persen menjadi Rp 546,8 triliun.
Lebih lanjut, belanja kementerian dan lembaga (K/L) mengalami koreksi cukup tajam hingga 16,6 persen menjadi Rp 253,6 triliun. Namun, belanja non-K/L justru meningkat tipis 1,9 persen menjadi Rp 293,1 triliun. Sementara itu, transfer ke daerah naik 0,7 persen menjadi Rp 259,4 triliun.
APBN Tetap Jadi Penopang Ekonomi
Sri Mulyani menekankan bahwa meskipun menghadapi tekanan ekonomi global dan masa transisi pemerintahan, APBN 2025 masih mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Ia menyebut APBN sebagai instrumen penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat.
"APBN harus tetap responsif, efektif, dan adaptif untuk menjawab tantangan global serta menjadi penyangga utama (shock absorber) bagi masyarakat dan dunia usaha,” ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (20/5).