Breaking News :
KanalLogoLogo
Sabtu, 24 Mei 2025

Pemerintahan

Program Sekolah Rakyat Diusulkan Telan Rp 2,3 Triliun, DPR Belum Beri Restu

Mita BerlianaRabu, 21 Mei 2025 06:38 WIB
Program Sekolah Rakyat Diusulkan Telan Rp 2,3 Triliun, DPR Belum Beri Restu

sekolah rakyat

ratecard

JAKARTA – Program ambisius pembangunan Sekolah Rakyat yang digagas Kementerian Sosial RI menuai sorotan publik dan anggota DPR. Pasalnya, anggaran yang diajukan mencapai Rp 2,3 triliun untuk tahun ajaran 2025–2026, namun hingga kini belum disetujui oleh DPR RI.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau akrab disapa Gus Ipul menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat direncanakan berdiri di 100 lokasi dengan 340 rombongan belajar. Tiap rombongan akan diisi oleh 25 siswa, sehingga menampung total 8.850 siswa.

“Anggaran operasional diproyeksikan mencapai Rp 2,3 triliun. Ini masih asumsi awal, karena kemungkinan siswa bisa lebih dari 10.000,” ujar Gus Ipul dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Selasa (20/5).

Belanja Sarpras, Guru, dan Kurikulum Jadi Fokus Utama

Dari total anggaran tersebut, Rp 487,14 miliar direncanakan untuk pembangunan sarana dan prasarana. Komponen ini meliputi ruang kelas, asrama, perpustakaan, laboratorium, hingga dapur umum.

Untuk pengembangan kurikulum, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp 3,66 miliar. Sementara kebutuhan terbesar berada pada sektor penggajian guru dan tenaga pendidik, yaitu sebesar Rp 1,11 triliun.

“Kami harap infrastruktur bisa rampung pada akhir Juni atau awal Juli 2025. Kurikulum pun sedang disusun, dan koordinasi terkait guru terus dilakukan dengan berbagai instansi,” jelas Gus Ipul.

DPR Ingatkan Pemerintah Soal Persetujuan Anggaran

Namun program besar ini menghadapi kendala administratif. Anggota Komisi VIII DPR RI, I Ketut Kariyasa Adnyana, menekankan bahwa DPR belum memberikan persetujuan resmi terhadap alokasi anggaran Sekolah Rakyat.

“Kami sangat mendukung ide Sekolah Rakyat, tapi sampai saat ini belum ada persetujuan anggaran dari DPR. Program ini melibatkan lintas kementerian, tidak bisa dijalankan sepihak,” tegas Kariyasa.

Ia memperingatkan bahwa menjalankan program tanpa restu anggaran dari DPR merupakan pelanggaran terhadap prosedur penganggaran negara. Hal itu bisa menimbulkan ketimpangan dalam implementasi.

Skala Terlalu Kecil Dibanding Masalah Kemiskinan

Lebih lanjut, Kariyasa menyoroti kecilnya cakupan program dibandingkan besarnya populasi miskin di Indonesia. Berdasarkan data BPS, sekitar 9% atau 28 juta warga Indonesia masih hidup dalam kemiskinan.

Ia menyarankan agar program pendidikan seperti Sekolah Rakyat tidak dijalankan sendiri oleh pemerintah pusat, tetapi menggandeng pihak swasta dan pemerintah daerah untuk hasil maksimal.

“Kita tidak bisa terus-menerus mengatasi kemiskinan hanya dengan bansos. Pendidikan adalah solusi jangka panjang,” katanya.

Dengan ambisi besar dan anggaran jumbo, masa depan Sekolah Rakyat kini berada di persimpangan: antara cita-cita pendidikan untuk kaum miskin dan regulasi penganggaran negara yang wajib dipatuhi.

Pilihan Untukmu