
MAKKAH – Memasuki hari ke-60 penyelenggaraan ibadah haji 2025, jumlah jemaah haji Indonesia yang wafat mencapai 418 orang, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Penyebab utama kematian adalah penyakit jantung dan sindrom gangguan pernapasan akut.
Kondisi ini menjadi perhatian khusus Kementerian Haji Arab Saudi. Wakil Menteri Haji Abdul Fatah Mashat saat mengunjungi Kantor PPIH Daker Makkah, 28 Juni lalu, menyoroti dua aspek utama: tingginya angka kematian dan rendahnya tingkat istitha’ah kesehatan jemaah. Ia meminta Indonesia memperkuat sistem penyaringan dan pendampingan kesehatan sejak sebelum keberangkatan.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Kesehatan PPIH Arab Saudi, dr. Mohammad Imran, menyebut bahwa ibadah haji merupakan ritual fisik yang berat dan memerlukan kesiapan menyeluruh. Ia meminta dukungan pemerintah Arab Saudi untuk mempermudah legalitas operasional layanan kesehatan haji. "Ini alarm bagi semua pihak. Legalitas layanan kesehatan penting agar jemaah bisa tertangani optimal," ujarnya, Senin (30/6/2025).
Pemerintah Indonesia telah menetapkan regulasi terkait istitha’ah melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/508/2024. Aturan ini mewajibkan pemeriksaan kesehatan fisik, mental, kognitif, dan kemampuan aktivitas harian untuk memastikan kesiapan jemaah haji.
Kemenkes menegaskan bahwa implementasi istitha’ah yang ketat akan membantu menyaring calon jemaah berisiko tinggi, mengurangi beban layanan kesehatan di Tanah Suci, dan yang terpenting, menyelamatkan jiwa. Pemeriksaan dilakukan secara berjenjang mulai dari puskesmas hingga rumah sakit rujukan.
Pentingnya kolaborasi lintas sektor pun ditekankan. Pemerintah daerah, Kementerian Agama, KBIHU, hingga masyarakat harus terlibat aktif. "Persiapan kesehatan adalah tanggung jawab bersama," kata dr. Imran. Kemenkes berharap, melalui sinergi semua pihak, angka kematian jemaah haji dapat ditekan pada musim-musim haji mendatang.