
JAKARTA - Kementerian HAM menyatakan model kemitraan antara pengemudi ojek online (ojol) dan perusahaan aplikasi saat ini bersifat tidak seimbang (imbalance power). Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan menjelaskan, perusahaan aplikasi memiliki posisi tawar yang jauh lebih dominan dalam menentukan berbagai kebijakan.
"Pengemudi ojol terkondisikan menerima semua skema yang dibuat sepihak oleh aplikator, baik secara sukarela maupun terpaksa," ujar Munafrizal saat menyampaikan laporan pengaduan HAM untuk Koalisi Ojek Nasional di Jakarta, Selasa (1/7).
Beberapa masalah utama yang dihadapi pengemudi meliputi potongan penghasilan 20-30% per trip, sementara biaya operasional seperti bensin dan perawatan kendaraan sepenuhnya ditanggung pengemudi. Program insentif seperti "Bike Hemat" juga dinilai merugikan karena membatasi akses penghasilan pengemudi yang tidak bergabung.
KemenHAM mendesak pemerintah membuat regulasi lebih kuat untuk menciptakan tata kelola transportasi online yang adil. Rekomendasi mencakup kejelasan status perusahaan aplikasi apakah sebagai penyelenggara transportasi atau sekadar platform digital.
"Jika model ini terus dipertahankan, itu menunjukkan itikad buruk perusahaan aplikator dalam melanggar HAM pekerja," tegas Munafrizal. KemenHAM menekankan pentingnya perlindungan hak-hak dasar pengemudi ojol sebagai pekerja di sektor transportasi umum.