
SURABAYA - Perubahan nasib datang begitu cepat bagi Tumini, seorang perempuan berusia 47 tahun asal Surabaya. Selama belasan tahun, ia mengelola sebuah ponten umum di Taman Lumumba, yang juga menjadi tempat tinggalnya. Namun, sejak sebuah video tentang aktivitasnya viral di media sosial, ia mendapat kritik keras karena memanfaatkan fasilitas umum sebagai hunian.
Ponten berukuran 4x3 meter itu terletak hanya lima meter dari rel kereta api Stasiun Wonokromo. Meski bangunannya masih kokoh dengan atap besi antibocor, kondisi fisiknya sudah tampak lusuh. Catnya memudar, dinding menghitam akibat bekas kompor, dan debu menempel di mana-mana. Namun, bagi Tumini, tempat itu adalah sumber ketenangan. "Kalau banyak pikiran, saya pasti ke sini. Meski cuma duduk-duduk, rasanya tenang," ujarnya pada Jumat (4/7).
Awalnya, ponten itu dibangun oleh Perum Jasa Tirta 15 tahun lalu untuk mencegah warga buang air sembarangan di Sungai Jagir. Suaminya, Manan, yang saat itu bekerja sebagai hansip, ditugaskan menjaga ponten tersebut. Setelah suaminya meninggal pada 2013, Tumini melanjutkan pengelolaan bersama ibunya, Taspiyah (72). Mereka membayar sewa tahunan sebesar Rp1 juta kepada Jasa Tirta dan menanggung biaya listrik serta pompa air sendiri.
Untuk menutupi kebutuhan hidup, Tumini memungut bayaran Rp2.000 dari pengguna ponten. Namun, kebiasaan ini menuai protes karena fasilitas umum seharusnya gratis. Ia juga sempat membuka warung kopi sederhana di pelataran ponten, tetapi langkah ini justru memperburuk situasi. Pemerintah setempat akhirnya melarangnya tinggal di sana dan memintanya mengosongkan tempat tersebut.
Kini, Tumini berharap pada janji bantuan gerobak dari pemerintah untuk memulai usaha baru. "Mungkin bisa jualan gorengan. Kalau di depan rumah sepertinya ramai pembelinya," katanya. Namun, hingga kini bantuan tersebut belum juga datang.
Dia mengaku pasrah dengan keadaannya. Lapangan kerja semakin sempit, dan anaknya kerap mengalami PHK. "Siapa yang mau menerima orang tua seperti saya?" ujarnya. Meski sempat mendapat bantuan sosial saat pandemi, Tumini berharap ada dukungan lebih dari pemerintah untuk membantunya bangkit kembali.