
BANTEN - Wakil Gubernur Banten Achmad Dimyati Natakusumah menyatakan akan mengambil langkah tegas terhadap ratusan penambang emas ilegal yang beroperasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang membentang di Kabupaten Lebak, Banten, serta Kabupaten Sukabumi dan Bogor, Jawa Barat. Dimyati menegaskan bahwa penambangan ilegal ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan berpotensi merugikan negara.
            
"Gak ada beking-beking, kecuali bekingnya Prabowo, tapi kan Presiden meminta menuntaskan yang ilegal, komit. Kita tegak lurus seperti Presiden, bukan hanya disikat, tapi dihajar, gak boleh merugikan negara," terang Dimyati usai menutup sebuah tambang ilegal di Rangkasbitung, Lebak, pada Jumat, 24/10/2025. Dimyati mengungkapkan bahwa langkah tegas ini diambil sebagai bentuk pelaksanaan instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas tambang ilegal di seluruh Indonesia.
Keberadaan aktivitas penambangan ilegal ini sebelumnya menjadi perhatian publik setelah citra satelit Google Maps menampilkan ratusan tenda biru di kawasan TNGHS yang digunakan oleh penambang ilegal atau gurandil. Kepala Balai TNGHS, Budhi Chandra, mengonfirmasi bahwa tenda-tenda tersebut memang milik para penambang emas ilegal. "Benar, tenda-tenda yang terlihat dalam citra satelit tersebut merupakan milik para penambang emas ilegal atau gurandil yang beroperasi di dalam kawasan TNGHS," kata Budhi kepada Kompas.com, Sabtu, 25/10/2025.
Budhi menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan emas ilegal di kawasan ini telah berlangsung sejak awal 1990-an dan semakin meningkat setelah PT ANTAM tidak lagi beroperasi di wilayah tersebut. Lokasi yang digunakan untuk pertambangan emas ilegal mencakup jalur emas Cikotok–Cirotan–Gang Panjang–Cibuluh, yang terhubung hingga ke Pongkor, Bogor.
            
Saat ini, TNGHS mencatat ada 36 titik lokasi pertambangan emas tanpa izin di kawasan Lebak dan Bogor, dengan jumlah tenda mencapai sekitar 250 unit di titik-titik utama seperti Cibuluh, Cibarengkok, dan Ciberang. Sebagian besar penambang ilegal tersebut adalah warga lokal yang tinggal di sekitar TNGHS, dengan sekitar 90 persen berasal dari Kabupaten Lebak.
Berbagai upaya penertiban telah dilakukan, termasuk operasi gabungan pada tahun 1998 dan 2017 yang melibatkan TNI, Polri, dan PT Antam, namun belum sepenuhnya berhasil. "Lokasi PETI berada jauh di dalam kawasan, akses jalan kaki sekitar lima jam dan terbatasnya personel TNGHS di lapangan, sementara jumlah penambang sangat besar," ujar Budhi.
            
Aktivitas pertambangan emas ilegal ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida telah mencemari aliran sungai yang menjadi sumber air bagi warga di hilir. Penebangan pohon secara ilegal untuk memperkuat lubang tambang dan membangun tempat tinggal juga semakin memperburuk kondisi vegetasi dan meningkatkan risiko longsor di lereng curam. "Selain air yang tercemar, banyak satwa liar yang terusik. Habitat mereka terganggu dan fungsi ekosistem hutan mulai menurun," ujar Budhi.


























